Pajak Dana Desa . Ada banyak sekali bendahara yang masih bingung mengenai pajak terkait dana desa, oleh karena itu mimin kali ini akan share pertanyaan pertanyaan yang sering kali di ajukan pada saat sosialisasi perpajakan. oke langsung saja guys disimak :
1.
Apakah
atas penyetoran modal untuk pembentukan BUMDes dilakukan pemotongan dan/atau
pemungutan pajak?
Jawab :
Tidak, karena bukan merupakan objek pajak.
Sesuai Pasal 4 ayat(3) huruf c UU Pajak Penghasilan, yang
dikecualikan dari objek pajak adalah, antara lain : harta termasuk setoran
tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
Penjelasan Pasal :
“Pada prinsipnya harta, termasuk setoran tunai, yang
diterima oleh badan merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi badan tersebut.
Namun karena harta tersebut diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal, maka berdasarkan ketentuan ini, harta yang diterima tersebut bukan
merupakan Objek Pajak.”
2.
Apakah
pada saat Desa memperoleh / menerima uang dari sewa lahan desa kena pajak?
Jawab :
Tidak kena pajak, karena Pemerintah Desa tidak termasuk
sebagai Subjek Pajak.
Dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 TAHUN
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 dan penjelasannya, antara lain diatur bahwa
Unit tertentu dari badan Pemerintah yang memenuhi kriteria berikut tidak
termasuk sebagai Subjek Pajak yaitu :
a. dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD;
c. penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran
Pemerintah Pusat atau Daerah; dan
d. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara.
Perhatikan bunyi Pasal 22 ayat (1) huruf a UU PPh :
“ Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah
untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang”.
Juga perhatikan bunyi Pasal 23 UU PPh :
“ Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan
dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, ....”
Dengan demikan tidak ada aspek PPh maupun PPN yang harus
dipotong oleh Bendahara Desa pada saat menerima uang.
3.
Apakah
atas belanja pasir tidak kena pajak?
Jawab :
Belanja pasir tidak kena PPN. Tetapi tetap dimungkinkan kena
PPh Pasal 22 dengan tarif :
· 1,5% apabila penjual ber-NPWP, atau
· 3% apabila penjual tidak ber-NPWP.
Sesuai Pasal 4A huruf a Undang-undang PPN bahwa jenis barang
yang tidak dikenai PPN, antara lain barang hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi : asbes, batu tulis,
batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit,
felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit,
kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan
kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers
earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal,
dan trakkit;
Dalam belanja pasir ini tidak akan terjadi pemungutan PPh
Pasal 23, karena pasir adalah barang, bukan jasa.
4.
Apakah
atas pembelian batu split/ batu belah dikenakan PPN ?
Jawab :
Kena PPN.
Ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE - 23/PJ.3/1985 Tgl 25 Maret 1985 bahwa penyerahan hasil penggalian yang
sudah diolah lebih lanjut, seperti : batu yang sudah dipecah / dibentuk dalam
berbagai ukuran, … adalah Barang Kena Pajak dan atas penyerahannya terhutang
Pajak Pertambahan Nilai.
Jangan lupa, kenakan juga PPh Pasal 22 apabila belanjanya
> Rp 2 juta.
Dalam belanja batu split/batu belah ini tidak akan terjadi
pemungutan PPh Pasal 23, karena pasir adalah barang, bukan jasa
5.
Benarkah
kalau kita beli batu belah / pecah / split langsung dari warga masyarakat
(bukan dari toko) atau bukan dari suatu badan usaha/perusahaan tidak kena
pajak?
Jawab :
Tidak betul, Bendahara Desa tetap harus mengenakan pajak
walaupun beli dari warga masyarakat.
Tidak ada sama-sekali peraturan pajak yang menyatakan kalau
Bendahara beli batu belah / pecah / split langsung dari warga masyarakat (bukan
dari toko) tidak akan kena pajak.
6.
Kalau
Bendahara beli pasir dari toko, benarkah Bendahara tetap harus memungut PPN
atas pembelian pasir tadi, karena beli darinya toko, bukan diambil langsung
dari sumbernya (sungai) ?
Jawab :
Bendahara tidak perlu memungut PPN kalau belanja pasir,
walaupun beli dari toko, walaupun tetap harus memungut PPh Pasal 22 dengan
tarif 1,5% (untuk toko yang ber-NPWP) kalau belanjanya > Rp 2 juta.
Pasal 4A UU PPN menyatakan bahwa jenis barang yang tidak
dikenai PPN, antara lain barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya, meliputi : minyak mentah (crude oil), gas
bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh
masyarakat; panas bumi; asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur,
batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu
(halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika,
marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat
(phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum),
tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
Penegasan atas kasus ini ada di Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak SE - 23/PJ.3/1985 tentang Pengertian Menambang Dalam
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 (Seri PPN-38), bahwa :
1. Kegiatan menambang yang termasuk pengertian menghasilkan
adalah kegiatan pada tingkat pengolahan dan pemurnian dalam rangka usaha
pertambangan.
2. Pertambangan minyak dan gas bumi dan pengusahaan sumber
daya panas bumi tidak termasuk dalam pengertian menghasilkan, sehingga minyak
mentah (crude oil) dan gas bumi serta sumber daya panas bumi adalah bukan
Barang Kena Pajak, dan atas penyerahannya tidak terhutang Pajak Pertambahan
Nilai.
3. Hasil penggalian bahan tambang tersebut masih dalam
bentuk aslinya dan belum mengalami proses pengolahan apapun.
Dalam aturan ini, minyak mentah dan gas bumi yang diambil
dari dalam bumi ternyata tidak dikenai PPN, walaupun perlu teknologi tinggi
untuk mengeluarkan dan mengambilnya. Perlu dibuat sumur pengeboran, perlu
dipasangkan pipa untuk menyalurkan, perlu kilang untuk penyimpanan, dan proses
lainnya. Tapi ternyata, sepanjang masih berupa minyak mentah dan gas bumi, maka
tidak dikenai PPN.
7.
Bendahara
Desa belanja kambing / kerbau / sapi untuk acara sedekah desa. Benarkah bebas
dari PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor
dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ?
Jawab :
Bendahara tetap harus memungut PPN, sepanjang belanjanya
> Rp 1 juta.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
267/PMK.010/2015 tentang Kriteria dan/atau Rincian Ternak, Bahan Pakan Untuk
Pembuatan Pakan Ternak dan Pakan Ikan Yang Atas Impor dan/atau Penyerahannya
Dibebaskan Dari Pengenaan PPN, dinyatakan bahwa hanya ternak berupa sapi
indukan yang dibebaskan dari pengenaan PPN, itupun dengan syarat-syarat
tertentu.
Jangan lupa, tetap ada pemungutan PPh Pasal 22 dengan tarif
1,5% (untuk toko/penjual yang ber-NPWP) kalau belanjanya > Rp 2 juta.
8.
Apakah
atas Siltap (penghasilan Tetap) yang diterima perangkat desa menjadi objek PPh
Pasal 21 ? Bagaimana kalau diterimanya dirapel?
Jawab :
Sepanjang Siltap tersebut tidak melebihi PTKP (Penghasilan
Tidak Kena Pajak), maka kena PPh Pasal 21-nya NIHIL atau Rp 0,-.
Tidak ada pengaruhnya apakah Siltap tersebut dapatnya rutin
per bulan atau dirapel.
Dengan tingginya PTKP, hampir dipastikan seluruh penerima
Siltap kena pajaknya nihil atau Rp 0,-
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER -
32/PJ/2015 :
1. Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau
memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk …, serta
pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang
menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
2. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur adalah
penghasilan bagi Pegawai Tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan,
dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.
3. Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Tidak Teratur
adalah penghasilan bagi Pegawai Tetap selain penghasilan yang bersifat teratur,
yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa
bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau
imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
4. Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang diterima atau diperoleh
dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan. (Pasal 10 huruf a)
Besarnya PTKP sebulan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 101/PMK.010/2016, PTKP adalah :
TK/0 = Rp 4.500.000
TK/1 = Rp 4.875.000
TK/2 = Rp 5.250.000
TK/3 = Rp 5.625.000
K/0 = Rp 4.875.000
K/1 = Rp 5.250.000
K/2 = Rp 5.625.000
K/3 = Rp 6.000.000
9.
Apakah
honorarium rapat / kegiatan / uang rapat / uang transport bagi penerima yang
bukan PNS dikenakan PPh Pasal 21 ?
Jawab :
· Kena PPh Pasal 21
· Biasanya kena tarif 5% bagi yg punya NPWP atau 6% bagi
yang tidak punya NPWP, karena biasanya terima uangnya < Rp 50 juta/peserta.
· Tidak ada pengurang (misal biaya jabatan atau PTKP),
langsung kita kenakan tarif.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER -
16/PJ/2016 :
· Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Pajak Penghasilan diterapkan atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali
pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta
kegiatan. (Pasal 16 ayat (2) huruf b)
10.
Bendahara
desa membuat SPK / kontrak dengan rekanan kontraktor/pemborong (Pihak Ketiga)
untuk membuat proyek pengaspalan jalan / pemasangan rangka baja ringan / bikin
jembatan / renovasi balai desa, apakah untuk menghitung PPh yang terhutang
perlu diperinci dulu belanjanya?
Jawab :
Tidak perlu rincian untuk menghitung PPh Pasal 21 (upah),
PPN pembelian barang, PPh Pasal 22 pembelian barang, PPh Pasal 23 sewa mesin
molen / stum, dll. karena semua sudah menjadi urusan rekanan pemborong.
Atas pekerjaan jasa konstruksi ini langsung saja Bendahara
memungut/memotong :
1. PPh Jasa konstruksi, biasanya 4/110 x nilai kontrak atau
4% x DPP.
2. PPN 10/110 x nilai kontrak atau 10% x DPP.
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, tarif PPh final
atas jasa konstruksi adalah :
a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksana Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b;
d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau
Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki
kualifikasi usaha;
Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa Pekerjaan Konstruksi adalah
keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan
beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,
elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
11.
Pada
saat Bendahara Desa membuat idbilling untuk setor PPN dan PPh Pasal 22, apakah
pakai Kode Jenis Pajak (KJS) : 900, 910, 920 atau 930 ?
Jawab :
Pakai 930
Sesuai penegasan dalam surat nomor S-6/PJ.13/2016 Perihal
Penegasan Kode Jenis Setor Bendaharawan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-44/PJ/2015 bahwa Bendahara Dana Desa yang mengelola keuangan yang
bersumber dari APBDes, APBD atau APBN akan menggunakan KJS 930.
Supaya kode 930 ini muncul, maka setelah masuk ke
https://djponline.pajak.go.id atau https://sse3.pajak.go.id , yang diklik NPWP
LAIN, bukan NPWP sendiri. Kalau kita klik NPWP sendiri, maka kode 930 tidak
muncul.
Perhatian :
Kalau masuknya ke sse2.pajak.go.id maka tidak akan bisa
setor dengan NPWP LAIN.
12.
Upah
tukang bangunan yang melakukan pembangunan gedung balai desa / gedung PAUD/
senderan / tembok penahan tebing apakah dipotong PPh Pasal 21 ?
Jawab :
Karena upah tukang / tenaga kerja lepas biasanya di bawah Rp
450 ribu/ tukang / hari dan dalam sebulan < Rp 4.500.000 (PTKP terendah),
maka biasanya kena PPh Pasal 21 dengan nilai Rp 0 atau nihil.
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. : PER-16/PJ/2016
Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan
Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi :
a. Pasal 1 angka 11 : Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas
adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang
bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit basil
pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta
oleh pemberi kerja
b. Pasal 5 angka 1 : Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
adalah penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan
secara bulanan, ...dst
c. Bagian Lampiran Contoh perhitungan.
13.
Apakah
pemberian uang rapat desa dikenakan PPh Pasal 21 ?
Jawab : dikenakan PPh Pasal 21 karena merupakan peserta
kegiatan.
Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. :
PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi :
a. Pasal 1 angka 13 : Peserta kegiatan adalah orang pribadi
yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang,
seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan
lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya
dalam kegiatan tersebut
b. Pasal 1 angka 23 : Imbalan kepada peserta kegiatan adalah
penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang terutang atau diberikan
kepada peserta kegiatan tertentu, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan, dan penghasilan
sejenis lainnya.
c. Pasal 3 : Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
adalah orang pribadi yang merupakan peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara
lain:
1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain
perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perlombaan lainnya;
2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau
kunjungan kerja;
3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu;
4. peserta pendidikan dan pelatihan;
d. peserta kegiatan lainnya.
14.
Pembayaran
honor pemateri/narasumber/trainer, uang rapat, uang transport kegiatan, berapa
tariff PPh Pasal 21-nya ?
Jawab :
Kenakan PPh Pasal 21 dengan tarif :
· Kalau PNS lihat dulu golongannya, besarnya tarif PPh Pasal
21 final adalah :
o 0% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain, bagi
PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Tamtama dan
Bintara, dan Pensiunannya.
o 5% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain, bagi
PNS Golongan III, Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan
Pensiunannya
o 15% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain, bagi
Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira
Menengah dan Tinggi, dan Pensiunannya
· Kalau bukan PNS pakai tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a
UU PPh atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat
utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan. (Biasanya 5% kalau
punya NPWP atau 6% kalau tidak punya NPWP) :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
sd. Rp 50.000.000,00
5 %
di atas Rp 50.000.000,00 sd. Rp 250.000.000,00
15%
di atas Rp 250.000.000,00 sd. Rp 500.000.000,00
25 %
di atas Rp 500.000.000,00
30%
Tarif tersebut berlaku juga bagi penerima honor kegiatan
Pilkada.
Dasar Hukum Tarif bagi PNS :
· Pasal 17 PER-16/PJ/2016 : Pengenaan PPh Pasal 21 bagi
pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia,
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta para pensiunannya atas
penghasilan yang menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, diatur berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan khusus mengenai hal dimaksud. Selanjutnya diatur dalam ketentuan PP
No. 80 Tahun 2010 Tentang Tarf Pemotongan dan Pengenaan PPh Pasal 21 atas
Penghasilan Yang Menjadi Beban APBN atau APBD.
15.
Kode
Jenis Pajak PPh Pasal 23 pakai 100 atau 104 ?
Jawab :
Setoran PPh Pasal 23 menggunakan MAP : 411124 dengan Kode
Jenis Pajak :
100 untuk sewa mesin/alat/kendaraan
104 untuk jasa lain
16.
Bendahara
hendak melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% atas belanja barang
kepada Toko/Penjual, atau pemungutan PPh Pasal 23 sebesar 2% atas sewa
kendaraan. Tetapi Toko/Penjual menolak dengan alasan peredaran bruto usahanya
<= Rp 4,8 Milyar setahun dan selama ini sudah menyetorkan pajak sebesar 1%
dari penjualan setiap bulan, sesuai diatur dalam PP No. 46 Tahun 2013.
Jawab :
Bendahara cukup meminta foto kopi SKB (Surat Ketetapan
Bebas) Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh kepada Toko/Penjual tadi, yang telah
dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak.
SKB tadi diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak,
berlaku sampai dengan berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
Pengurusan SKB dilakukan oleh Toko/Penjual sendiri, bukan
oleh Bendahara.
Bendahara tidak perlu minta bukti setoran pajak kepada
Toko/Penjual.
Dasar Hukum :
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Peraturan DJP No. : PER - 32/PJ/2013 Tentang. Tata Cara
Pembebasan Dari Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Bagi Wajib
Pajak Yang Dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013.
17.
Kita sudah membuat idbiling dan berhasil
mendapat nomor idbilling, tetapi ternyata salah data pada saat input di
https://djponline.pajak.go.id atau pada https://sse3.pajak.go.id, Apa yang
harus kita lakukan ?
Jawab :
1. Apabila kita belum setorkan pajaknya, bikin lagi saja
idbilling yang benar. Idbilling yang lama/salah kita buang/sobek kalau
terlanjur diprint, supaya tidak kelupaan ikut terbawa ke teller bank/pos.
Pakailah idbilling yg baru/benar untuk dibawa ke teller bank/pos.
2. Apabila sudah terlanjur disetorkan ke Pos/Bank, kita
harus membuat permohonan pemindahbukuan, sebagaimana diatur dalam Permenkeu No.
242/PMK.03/2014
18.
Pada
saat membuat idbilling untuk setor PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23, kenapa tidak
bisa muncul NPWP lain ?
Jawab :
Setoran PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23 harus menggunakan
NPWP Bendahara, bukan NPWP Toko/Penjual. Sehingga oleh system idbilling dikunci
supaya tidak bisa muncul pilihan NPWP lain.
Menu NPWP Lain hanya muncul untuk setoran PPN dan PPh Pasal
22, nanti menggunakan kode 930 bagi Bendahara Desa.
19.
Bisakah
kita bikin idbilling kalau tidak punya EFIN?
Jawab : Bisa.
Caranya :
1. Masuk ke https://sse3.pajak.go.id.
2. Siapkan alamat email yang valid.
3. Bagi yang pertama kali masuk, Klik Belum Punya Akun?
4. Ikuti langkah-langkah selanjutnya yg diminta oleh system.
5. Bikin PIN yang mudah diingat, misal : 123456
Pak,,kalau kita mengadakan pembangunan desa berupa rabat beton,apakah sirtunya dikenakan pajak jika pemesanannya ke masyarakat desa setempat?
BalasHapusKlu sirtu (pasir batu) biasanya material ini dianggap sbg bahan galian golongan C ( mineral bukan logam dan batuan). Dikenakan pajak daerah. Biasanya di peraturan bupati dikenakan pajak 10% dari volume material yg digunakan (tergantung daerah masing-masing).
BalasHapus