Data Terpadu Kesejahteraan Sosial
(DTKS) yang dulunya disebut Basis Data Terpadu (BDT) adalah informasi tentang
status sosial ekonomi dan demografi dari 40% penduduk di Indonesia yang
dihitung mulai dari yang paling rendah status kesejahteraannya. DTKS pada
awalnya dikelola secara nasional oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K) pada Kantor Sekretariat Wakil Presiden. Namun pada tahun 2017
diserahkan pengelolaannya kepada Pusat Data dan Teknologi Informasi
Kesejahteraan Sosial (PUSDATIN- KESOS) Kementerian Sosial.
Pengertian Desil dalam DTKS
Rumah tangga dalam DTKS
dikelompokkan ke dalam kelompok yang disebut DESIL. Desil adalah kelompok
per-sepuluhan yang menunjukkan tingkat kesejahteraan Rumah Tangga.
Pengelompokan Desil rumah tangga
dalam DTKS sebagai berikut :
Desil 1 adalah rumah tangga yang
masuk dalam kelompok 1- 10 % dan merupakan
kelompok yang terendah tingkat
kesejahteraannya dihitung secara nasional.
Desil 2 adalah rumah tangga yang
masuk dalam kelompok 11- 20 % dihitung secara nasional.
Desil 3 adalah rumah tangga yang
masuk dalam kelompok 21- 30 % dihitung secara nasional.
Desil 4 adalah rumah tangga yang
masuk dalam kelompok 31- 40 % dihitung secara nasional
DTKS berisikan kelompok Desil 1,
Desil 2, Desil 3, dan Desil 4 karena memuat 40% rumah tangga dengan peringkat
kesejahteraan mulai dari yang paling terendah. DTKS hanya berisikan 40% rumah
tangga karena cakupan 40% dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan penargetan
program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan, Cakupan 40% juga
meliputi kelompok penduduk miskin dan hampir miskin.
Bagaimana cara masuk ke dalam
DTKS?
Proses verifikasi dan validasi
DTKS dimulai dari di tingkat desa/kelurahan.
Aparat Pemerintah Desa/Kelurahan
melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap keluarga yang ada dalam DTKS yang
dianggap dan dinilai tidak lagi sesuai dengan kondisi yang ada, meninggal
dunia, pindah alamat ke luar kabupaten sinjai yang kesemuanya sudah
perlu dikeluarkan dari DTKS.
Aparat Pemerintah Desa/Kelurahan
melakukan pengamatan dan pencacatan terhadap keluarga yang ada di
Desa/Kelurahan yang dianggap perlu diusulkan untuk masuk dalam DTKS.
Pemerintah Desa/Kelurahan
melakukan musyawarah desa/kelurahan untuk menetapkan daftar keluarga yang ada
dalam DTKS yang dinilai perlu dikeluarkan dari DTKS dan Keluarga yang dinilai
perlu diusulkan masuk ke DTKS.
Setelah dilakukan musyawarah
desa/kelurahan, petugas pendata yang telah ditetapkan oleh pemerintah desa/kelurahan
turun kelapangan mengunjungi masing-masing keluarga yang sudah ditetapkan untuk
diverifikasi dan divalidasi dengan melakukan pengisian formulir penilaian yang
dikeluarkan oleh Pusdatin kemensos sebagaimana terlampir.
Setelah pengisian formulir penilaian
oleh petugas pendata yang telah ditetapkan oleh pemerintah desa/kelurahan
selanjutnya data tersebut diserahkan kepada Dinas Sosial dengan melampirkan :
Berita acara Hasil Musyawarah
Desa/Kelurahan (dan Lampiranya)
Kartu Keluarga.
Form Pemutakhiran Data Sosial
Ekonomi terkait Perubahan/Penghapusan/ Pengusulan Data DTKS.
Setelah usulan dari desa dan
kelurahan diterima oleh Dinas Sosial maka selanjutnya Dinas Sosial menginput
satu persatu data dari formulir data ke dalam Sistem aplikasi SIKS-NG yang terkoneksi
dengan Pusdatin Kemensos dan melampirkan bukti Hasil Musyawarah desa/kelurahan.
Selanjutnya data diolah oleh
Pusdatin Kemensos melalui Methode Proxy- Mean Testing (PMT). Hasil Proxy – Mean
Testing akan menentukan tingkatan rangking status sosial ekonomi keluarga yang
diusulkan. Dengan tingkatan rangking tersebut menentukan apakah keluarga yang
diusulkan untuk dikeluarkan dari DTKS benar adanya sudah bisa keluar dari
pembaharuan DTKS atau tidak. Demikian pula bagi keluarga yang diusulkan untuk
dimasukkan dalam DTKS apakah benar adanya untuk bisa masuk dalam pembaharuan
DTKS atau tidak.
Hasil Finalisasi pengolahan data
oleh PUSDATIN selanjutnya akan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Sosial
sebagai Data Terpadu Kesejahteraan sosial terbaru yang dimungkinkan dilakukan 2
kali dalam setahun.
Pada dasarnya DTKS adalah bukan
merupakan data kemiskinan di suatu daerah tetapi merupakan data yang
menunjukkan komposisi tingkat kesejahteraan masyarakat mulai dari yang terendah
.Keakuratan DTKS sangat ditentukan oleh dedikasi petugas pendata dan kejujuran
keluarga yang didata dalam mengungkapkan atau memberikan informasi mengenai
kondisi sosial ekonominya sebagaimana yang dipertanyakan dalam formulir
pendataan.
Kegunaan masuk ke dalam DTKS
Dalam Undang-Undang nomor 13
tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, pasal 11 ayat (2) disebutkan bahwa
data terpadu yang telah ditetapkan oleh menteri merupakan dasar bagi pemerintah
dan pemerintah daerah untuk memberikan bantuan dan/atau pemberdayaan. DTKS
adalah berbasis Rumah Tangga namun pengalokasian program pengentasan kemiskinan
baik berupa bantuan sosial maupun pemberdayaan masyarakat adalah berbasis
keluarga dan perorangan. Adapun bantuan sosial dan pemberdayaan yang berbasis
keluarga diantaranya adalah Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Sosial
Pangan.
Sedangkan yang berbasis
perorangan diantaranya adalah Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasioan
(PBI-JKN), Kartu Prakerja, Kartu Indonesia Pintar serta bantuan rehabilitasi
sosial bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia.
Salah satu program penanggulangan
kemiskinan yang berbasis DTKS adalah Program Keluarga Harapan (PKH) yang
merupakan program bantuan kepada keluarga sangat miskin (desil 1) dengan
bersyarat: memiliki ibu hamil/nifas/menyusui, dan/atau memiliki anak balita
atau anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD, dan /atau memiliki
anak usia SD dan/atau SMP dan/atau anak usia 15-18 tahun yang belum
menyelesaikan pendidikan dasar. Jika terdapat dalam keluarga tersebut orang tua
jompo dan penyandang disabilitas. Walaupun dalam suatu keluarga secara nyata
tergolong miskin dan masuk dalam DTKS tetapi tidak memenuhi minimal salah satu
syarat tersebut maka tidak berhak menjadi sasaran penerima bantuan PKH.
Demikian pula untuk Bantuan
Sosial Pangan (BSP) yang dulunya disebut Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
prinsip dasar penetapan sasarannya adalah diprioritaskan kepada keluarga dalam
DTKS yang berada pada desil 1 dalam hal ini adalah seluruh penerima bantuan PKH
dan jika kuotanya melebihi jumlah penerima PKH maka akan diberikan kepada
keluarga yang terdaftar dalam DTKS di luar penerima PKH. Namun demikian, khusus
BSP perluasan, sasaran penerimanya adalah keluarga dalam DTKS tetapi yang belum
pernah menerima bantuan sosial jenis apapun karena program BSP perluasan adalah
secara khusus diluncurkan untuk penanganan dampak ekonomi dari Pandemi
Covid-19.
Pihak yang berkewajiban melakukan
update DTKS?
Mengacu pada UU Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka untuk pembagian penyelenggaraan urusan
pemerintah di bidang sosial menjadi kewenangan dan tanggungjawab masing-masing.
Tugas pemerintah pusat adalah
pengelolaan data fakir miskin nasional, tugas pemerintah daerah provinsi adalah
pengelolaan data fakir miskin cakupan daerah provinsi, sedangkan tugas
pemerintah daerah kab/kota adalah pendataan dan pengelolaan data fakir miskin
cakupan daerah Kab/Kota. Sehingga kewajiban dalam melakukan update DTKS melalui
proses verifikasi dan validasi data adalah pemerintah daerah kab/kota yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang sosial yaitu Dinas Sosial
Kab/Kota.
sumber:
https://dinsos.palangkaraya.go.id/mengenal-lebih-dekat-tentang-data-terpadu-kesejahteraan-sosial-dtks/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar